Senin, 14 November 2011

Menyoal Jaminan Keamanan Konsumen Perbankan


Oleh I Putu Armaya.SH

Masih ingat lagu yang pernah didendangkan  Ayo pergi ke bank oleh Artis senior Titik Puspa dengan lirik sederhana ”bangbingbung bank ayo ke Bank,bangbingbung bank  ayo nabung ” tampaknya hanya menjadi slogan kosong belaka mengapa demikan  Bank Indonesia, dan sektor perbankan pada umumnya, rasanya kurang pantas untuk mengkampanyekan hal tersebut. Untuk apa pergi ke bank, kalau pada akhirnya uang konsumen justru tergerogoti habis, dan pihak bank tidak bisa berbuat apapun? Bahkan, dalam konteks yang lain, saldo konsumen pun justru “diamputasi ” oleh pihak bank itu sendiri? Faktanya, berdasar kasus yang menyeruak akhir-akhir ini, potret kinerja perbankan, yang berbasis pada trust (kepercayaan), justru sedang menggali kuburnya. Kampanye “ayo pergi ke bank” pun, tidak akan efektif. Apa sejatinya yang terjadi? Itulah potret buram konsumen perbankan kita akhir-akhir ini akibat kasus kasus pembobolan  Dana nasabah di Citibank.



Musibah pembobolan dana nasabah  di Citibank yang diduga dilakukan oleh oleh Melinda Dee dengan kerugian  puluhan milyar,membuat dunia perbankan di negara kita tersentak dan kembali menjadi sorotan publik,sudah sedemikian parahkah pelayanan perbankan kita saat ini.? Dalam kontek UU No.8 th 1999 Tentang Perlindungan konsumen  Nasabah dalam hal ini dapat dikategorikan  sebagai konsumen jasa perbankan  walaupun nasabah sudah dilindungi UU, namun kenyataan banyak konsumen perbankan  sering gigit jari akibat ketidaknyaman mereka dalam menyimpan dana di Bank, hal ini dapat dilihat dari data pengaduan ke Lembaga Perlindungan konsumen Bali,beberpa waktu lalu kasus pembobolan ATM,dan beberapa kasus kartu kredit yang bermasalah.  Tetapi, umumnya dalam proses mediasi konsumen gagal menuntut haknya, karena secara teknis administratif pihak bank bisa “menunjukkan bukti” bahwa konsumen telah melakukan transaksi pengambilan uang. Dengan kata lain, jika mendasarkan pada pembuktian semacam itu, maka klaim konsumen bahwa nilai tabungannya telah berkurang--sementara dirinya tak pernah melakukan pengambilan, menjadi tidak terbukti. Dan, ironisnya, untuk ‘melawan’ pembuktian sepihak oleh pihak bank, adalah bukan perkara gampang. Melaporkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian, atau pun menggugat ke pengadilan, juga bukan jaminan bahwa dewi fortuna akan berpihak pada konsumen. Jadi, raibnya uang konsumen pada bank, patut diduga sudah sering terjadi dan bahkan merupakan kasus gunung es. Faktor penyebab keterlibatan orang dalam patut dijadikan tersangka utama dalam kasus ini,walaupun aktor pembobol dari orang dalam sudah diciduk polisi,tetap saja pihak bank berkelit dengan seribu alasan  merasa tidak bersalah karena hal  tersebut dilakukan oleh oknum.Walaupun hal ini memang benar  namun bisnis kepercayaan ini lama lama akan pudar oleh penilaian konsumen yang terus menerus merasa dirugikan. Dari kasus tersebut ternyata membuat gerah juga para politisi di Senayan,bahkan komisi XI DPR RI, mempertanyakan perlindungan konusmen di Citibank. 
Karena itu, berkaitan dengan kasus penghilangan nyawa debitur Citibank, Bahkan DPR mengancam  akan mencabut ijin operasional Citibank jika mengabaikan keamanan uang nasabah.Memang sangat beralasan dengan raibnya uang nasabah serta dicabutnya nyawa nasabah merupakan sebuah persoalan yang tidak remeh.Bahkan jika hal ini dibiarkan akan terjadi kekerasan secara berulang-ulang menimpa nasabah perbankan dikemudian hari,lalu jika terjadi kriminalisasi buat nasabah dimana letak kepercayaan masyarakat kepada perbankan? Hal ini tidak boleh terulang kepada nasabah lain.Sedangkan pihak Bank Indonesia melalui Gubernur Bank Indonesia Darmin Nsution Darmin mengatakan, BI sedang lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengevaluasi kontrol internal bank terkait praktik penggunaan jasa debt collector untuk menagih kredit macet nasabah. Bila perlu Bank Indonesia harus dapat mengevaluasi secara total sistem dan praktik-praktik penagihan yang menggunakan pihak ketiga sebagai bahan untuk menyempurnakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam perbankan,bukankah pelindungan konsumen atau keamanan nasabah menjadi sesuatu yang sangat mahal dan sangat penting dilakukan. Pembobolan dana nasabah oleh petugas Bank  merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang petugas bank, disamping unsur kelalaian internal bank itu sendiri. Tidak dilakukannya cek dan ricek terhadap penanganan transaksi, kurangnya supervisi atasan terhadap bawahan, kurangnya pengawasan internal terhadap citigold yang mempunyai kerawanan penyelewengan petugas bank. Nasabah juga kerap lalai dengan menyerahkan kepercayaan penuh pada petugas bank. Nasabah sering menitipkan form transfer yang telah ditandatangani kepada petugas bank. Nasabah juga dengan mudah memberikan password atau pin kepada petugas bank sehingga menciptakan godaan terhadap petugas bank yang kerap memicu kejahatan perbankan.
Tanpa perbaikan yang sistemik, citra perbankan akan makin meluntur di mata masyarakat. Untuk apa menyimpan uang di bank, selain tidak ada jaminan keamanan terhadap perlindungan nasabahnya, eh, uang nasabah pun bisa lenyap karena disedot pihak bank itu sendiri. Dan kampanye “ayo pergi ke bank” hanya akan menjadi slogan kosong belaka.
***

I Putu Armaya.SH
Penulis Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Bali